“Fraud adalah tindakan curang, yang
dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri / kelompok atau
merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi).”
Dalam
akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan
(fraud). Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang
yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan.
Di
dunia bisnis fraud (kecurangan) mempunyai makna yang lebih spesifik, yaitu
penipuan dengan niat, penyalahgunaan aset perusahaan, atau manipulasi data
keuangan untuk kepentingan pelaku.
Jenis
fraud berdasarkan pelaku dikelompokkan menjadi:
Employee
fraud (kecurangan pegawai), adalah kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dalam
suatu organisasi kerja.
Management
fraud (kecurangan manajemen), adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak
manajemen dengan menggunakan laporan keuangan atau transaksi keuangan sebagai
sarana fraud, biasanya dilakukan untuk mencurangi pemegang kepentingan
(stakeholders) yang terkait organisasinya.
1. Fraud Triangle (Segitiga
Kecurangan)
Fraud Triangle adalah sebuah
segitiga kecurangan yang menggambarkan adanya 3 kondisi yang menyebabkan
terjadinya fraud/kecurangan seperti
penyalahgunaan asset maupun manipulasi dalam laporan keuangan. Konsep fraud triangle pertama kali
diperkenalkan oleh Cressey pada tahun 1953 pada saat melakukan serangkaian
wawancara dengan 113 orang yang telah dihukum karena melakukan penggelapan uang
perusahaan. Konsep fraud triangle juga diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu
standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari: tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.
Tiga hal tersebut yang mendorong terjadinya upaya fraud. Tekanan berhubungan
dengan manajemen/pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk melakukan
kecurangan, sedangkan opportunity adalah kesempatan yang muncul sebelum tindak
kecurangan dan rasionalisasi berkaitan dengan pembenaran tindak kecurangan oleh
pelaku.
a.
Pressure
(Tekanan)
Pressure
adalah tekanan yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya
hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba
untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja. Tekanan ini sesungguhnya
mempunyai dua bentuk yaitu nyata (direct) dan persepsi (indirect). Bentuk nyata
(direct) adalah kondisi kehidupan nyata yang dihadapi oleh pelaku seperti
kebiasaan sering berjudi, party/clubbing, atau persoalan keuangan. Bentuk
persepsi (indirect) adalah opini yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk
melakukan kecurangan executive need.
Dalam
SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada tekanan/motif
yaitu :
- Financial stability
- External pressure
- Personal financial need
- Financial targets
b.
Opportunity
(Kesempatan)
Opportunity
adalah kesempatan yang memungkinkan fraud terjadi. Pelaku secara leluasa dapat
menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah, ketidakdisplinan, penyalahgunaan
wewenang, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan
sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal kontrol.
Kontrol yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan. Di
antara tiga elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling
memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan
control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
c.
Rationalization
(Rasionalisasi)
Rasionalisasi
yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan melakukan justifikasi atas
perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada sikap, karakter atau sistem
nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi mengacu pada fraud yang
bersifat situasional, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya:
“I’m only borrowing they money; I’ll pay
it back”, “Everyone does it”, “I’m not hurting anyone”, “It’s for a good
purpose”, dan“It’s not that serious”.
Di sisi lain fraud triangle
mempunyai kelemahan yaitu faktor tekanan dan rasionalisasi yang tidak bisa
diobservasi dan juga keterbatasan lainnya dalam mendeteksi motif kecurangan
pelaku.
2. Fraud Diamond
Dalam fraud diamond, selain
tekanan, kesempatann, dan rasionalisasi kenyataannya ada satu penyebab lagi
yaitu individual capability. Individual capability adalah sifat dam kemampuan
pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan
suatu tindak kecurangan. Pada elemen individual capability terdapat beberapa
komponen kemampuan (capability) untuk menciptakan fraud yaitu:
- Posisi/ fungsi seseorang dalam
perusahaan
- Kecerdasan
- Tingkat kepercayaan diri/ ego
- Kemampuan pemaksaan
- Kebohongan yang efektif
- Kekebalan terhadap stress
Dalam fraud diamond, sifat-sifat
dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam terjadinya fraud. Banyak
kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki
kemampuan individu/capability. Walaupun peluang/ opportunity membuka jalan
untuk melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang kearah
itu tapi seseorang harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud
sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali,
tetapi terus menerus. Dengan demikian fraud itu terjadi karena adanya
kesempatan untuk melakukannya, tekanan, dan rasionalisasi yang membuat orang
melakukanya dan kemampuan individu yang mampu merealisasikannya fraud.
3. Crowe Fraud Pentagon
Teori fraud pentagon di kemukakan
oleh Crowe Howarth pada tahun 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan
dari teori fraud triangle sebelumnya yang di kemukakan oleh Cressey, dalam
teori ini menambahkan dua penyebab fraud yaitu kompetensi (competence) dan
arogansi (arrogance). Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud
pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/ kemampuan (capability)
yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond. Kompetensi dan
kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan control internal,
mengembangkan strategi penyembunyian, da mengontrol situasi sosial untuk
keuntungan pribadinya. Sedangkan arogansi adalah sikap superioritas atas hak
yang dimiliki dan merasa bahwa control atau kebijakan internal tidak berlaku
untuk dirinya.
Jack Bologne mengatakan, akar
penyebab korupsi ada empat: Greed, Opportunity, Need, Exposes. Dia menyebutnya
GONE theory, yang diambil dari huruf depan tiap kata tadi.
Greed terkait keserakahan dan
kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas pada
keadaan dirinya. Punya satu gunung emas, berhasrat punya gunung emas yang lain.
Punya harta segudang, ingin pulau pribadi.
Opportunity terkait dengan sistem
yang memberi lubang terjadinya korupsi. Sistem pengendalian tak rapi, yang
memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan. Mudah timbul penyimpangan. Saat
bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang gampang memanipulasi angka. Bebas
berlaku curang. Peluang korupsi menganga lebar.
Need berhubungan dengan sikap
mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat
kebutuhan yang tak pernah usai.
Exposes berkaitan dengan hukuman
pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku
maupun orang lain. Deterrence effect yang minim.
5. MICE Theory
MICE merupakan singkatan dari Money
(uang), Ideology (Ideologi), Coercion (Pemaksaan), dan Ego (Ego). Ideologi
yang membenarkan dimana berarti bahwa
mereka dapat mencuri
uang atau berpartisipasi dalam
penipuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pemaksaan dapat terjadi ketika
individu ditarik ke dalam skema penipuan. Ego dapat
menjadi motif untuk melakukan
fraud, di mana terkadang orang tidak ingin
kehilangan reputasi atau posisi
kekuasaan di depan mereka masyarakat atau
keluarga.
6. Fraud Scale
Teori Fraud Scale dicetuskan oleh
Dr.Steve Albrecht. Teori ini mengukur kemungkinan tindakan penipuan dengan cara
mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi. Ketika
tekanan situasional dan kesempatan untuk melakukan fraud tinggi namun
integritas personal rendah maka kemungkinan terjadinya fraud akan sangat
tinggi. Karena menurut Fraud Scale, kecurangan paling sering terjadi ketika
tekanan pada situasi sangat tinggi,
Integritas pribadi yang rendah, dan adanya kesempatan atau peluang yang tinggi
untuk melakukan fraud. Selain itu, Menurut Albrecht 3 faktor penyebab seseorang
melakukan fraud atau kecurangan dilihat dari karakteristik khusus menurut teori
fraud scale, antara lain:
a. Hutang pribadi yang tinggi
b. Hidup di luar kemampuan mereka
c. Keinginan yang besar untuk
keuntungan
Menurut
teori ini, faktor resiko terjadinya fraud adalah dikarenakan terlalu besar
dalam menaruh kepercayaan kepada karyawan serta lemahnya pengendalian dari
atasan.
sumber :
- https://accounting.binus.ac.id/2015/03/09/fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/
- https://mukhsonrofi.wordpress.com/2008/09/04/fraudtriangle-segitiga-fraud/
- http://devifitrianaaa.blogspot.co.id/2016/11/teori-teori-fraud.html
- https://roeshanny.wordpress.com/2009/02/04/gone-theory/
- https://ilhamapramuditya.blogspot.co.id/2017/04/teori-fraud.html